Ngamen, hal yang dilakukan untuk mendapatkan imbalan untuk sebuah persembahan, biasanya berupa seni. jenis seni yang biasanya kutemui adalah seni tarik suara dengan diiringi instrumen. Mengamen semacam itu bisa dengan mudah kita temui di jalan, di bis umum, bahkan di cafe atau tempat makan. Namun, bagaimana jika mengamen itu adalah beruba tarian? Jarang memang, apalagi di Indonesia. Penampilan tarian bisa menjadi oase ditengah kemuruman dan hiruk pikuk jalanan. Ngamen tari pernah kutemui sewaktu berjalan-jalan di tengah kota Perth, Australia Barat. Tarian tersebut bergenre brick dance dan dilakukan oleh laki-laki yang pada saat itu terkesan sangat ahli, dengan gerakan yang rumit dengan melekukkan badan dan tangannya serta melakukan gerakan kaki yang sangat halus. Impressive. Namun, ngamen tari semacam itu ternyata kutemui di kota keduaku, Yogyakarta.
Kisah ini berawal dari julukan Yogyakarta kota seni, dan memang terbukti adanya. Pertunjukan seni, pameran seni, bahkan workshop seni sangat mudah kita temui di kota pelajar ini. Pada periode ini sedang diadakan Art Jogja yang akan berakhir akhir Bulan Juni ini. Sekarang, penggiat seni tak hanya tampil di panggung yang megah dan terkonsep secara apik. Namun, sudah lazim ditemui di jalanan. Dengan membawa properti dan instrumen yang dibutuhkan beserta kantong untuk recehan cukup menggambarkan kalau ia sedang menjajakan kebolehan seninya. Mulai dari benar-benar mempunyai skill dasar seni sampai yang pas pasan pun bisa untuk tampil, karena tidak ada tim penyelenggara art performance. Hanya ada inisiatif yang muncul dari si pelakon.
Ngamen, hal yang tidak pernah kulakukan seumur-umur. Bahkan untuk acara kepanitiaan sekalipun. Namun ternyata aku melakukannya di usiaku yang beranjak 23 ini dengan komunitas bernama LOKA ART. Ngamen pertama kami lakukan pada tanggal 22 Juni tahun ini, yang berarti sudah memasuki bulan puasa. Aktivitas yang extra ordinary menurutku ini dimulai pada jam 21.00 disaat mayoritas muslim sudah berbuka puasa dan melakukan aktivitas ibadahnya. Dengan konsep yang sederhana, yaitu setiap penari bebas mengekspresikan gerakan artistiknya dengan diiringi jimbe, alat musik yang dipukul. Gerakan bebas ini memungkinkan penonton dapat menginterpretasikan tarian secara bebas menurut pemahaman mereka.
Untuk kali ini aku tidak mengikuti langsung proses menarinya, namun teman-teman yang mempunyai lebih banyak jam terbang dalam menari memulai terlebih dahulu. Ada Scholastica, Ginna, Dhian, Dian, Mima, Sabil, dan satu orang lagi yang kami temui di Malioboro bernama Hakim. Dia ikut nimbrung dengan kami dan memutuskan untuk bergabung ngamen seni setelah mengetahui konsep yang LOKA ART usung. Dan pentas dimulai. Luar biasa, teman-teman menari dengan penjiwaan yang kuat. Memang mayoritas mereka adalah performer, mulai dari tari tradisional, balet, latin, bahkan belly dance. Namun kali ini mereka tampil di jalanan, tempat yang sangat spontanitas bahkan bisa dibilang lusuh, sangat berbeda dengan saat mereka tampil di panggung yang apik, megah, tertata seperti biasanya. Yang menjadi perhatianku mereka tetap mau menghayati dan menyajikan yang terbaik. Hanya berdoa di performance berikutnya saat aku ikut tampil, bisa menyajikan yang terbaik juga seperti mereka. Latar belakang untuk membiayai acara LOKA ART ini yaitu berupa bina budaya dan workshop yang akan dilakukan akhir bulan ini. Ngamen akan dilanjutkan hari Rabu dan Jum'at. Semoga ngamen berikutnya sukses ya, dengan persiapan yang lebihmatang.
Semangat teman-tema LOKA ART!
keep awesome!
Jogja, 23 Juni 2015
Vinda Hanifah